(Part 1) Etika Guru Menurut Imam Nanawi

 


Guru adalah orang yang mengajarkan ilmu pengatahuan. Pengertian guru menurut KBBI adalah orang yang profesinya mengajar. Istilah guru biasanya digunakan di satuan pendidikan seperti di sekolah. Sedangkan Guru menurut bahasa arab dikenal dengan istilah ustadz atau ustdazah. Yang pada intinya adalah sama-sama mengajar ilmu. Biasanya istilah ustadz/ah dipakai di kalangan pondok pesantren, madin (madrasah diniyah dan Taman Pendidikan Al-Qur'an. Atau sering kali digunakan sebagai gelar bagi Para Pendakwah/Penceramah.

Kembali ke guru, untuk menjadi Guru tidak semudah apa yang kita lihat. Ternyata menjadi guru membutuhkan banyak ilmu dan pengalaman, terutama pengalaman mengajar. Sebelum menjadi guru di satuan pendidikan formal, seseorang dituntut untuk menyelesaikan studi selama 4 tahun atau 8 semester di perguruan tinggi sesuai prodi yang diminati. Selesai masa studi ia baru berhak menyandang gelar Sarjana Pendidikan. Namun, gelar  tersebut baru memenuhi syarat pertama administrasi. Masih dibutuhkan kompetensi lain yang mendukung untuk menjadi seorang guru. Seperti kompetensi pedagogik, sosial, personality (kepribadian) dan profesional ierta pengalaman mengajar.

Selain kompetensi di atas, ada beberapa hal yang paling penting yaitu adab atau etika seorang Guru yang wajib diketahui dan diamalkan. Menurut Imam Nawawi dalam Kitabnya yang berjudul Adabul 'Alim wal Muta'alim menjelaskan bahwa seorang guru hendaknya mengetahui dan memiliki Adab/Etika. Dalam kitabnya dijelaskan bahwa adab seorang guru terbagi menjadi 4 sub bab yaitu :
1. Etika Personal Guru (Adab/etika guru bagi dirinya sendiri)
2. Etika guru dalam belajar
3. Etika Guru dalam mengajar
4. Tentang Ujian dan kerelaan mengajar

Pada tulisan ini, akan dijelaskan sub bab pertama yaitu Etika Personal Guru.
Adab seorang guru pada dirinya sendiri meliputi:
1. Seorang guru hendaknya mencari ridho allah swt sebagai niat utama dalam belajar dan mengajar. Tidak diperbolehkan bagi guru untuk mencari kesenangan duniawi. Misalnya ingin memperkaya diri, ingin dikenal, ingin dipuji dan memproklamasikan diri bahwa dirinya adalah orang yang paling pintar dan kaya ilmu pengetahuan. Hal ini ditegaskan oleh Imam Syafi'i dalam kalamnya "Aku lebih menyukai hamba-hamba Allah yang ketika belajar ilmu ini, mereka tidak menisbatkannya kepadaku walau hanya satu huruf" beliau melanjutkan perkataannya "Aku tidak akan berbicara kepada siapapun, kecuali jika ia senantiasa melakukan kebaikan dan selalu menjaga diri untuk tetap dekat dengan Allah Swt". Senanda dengan Imam Syafi'i, Abu Yusuf Rahimahullah juga menyatakan "Dengan Ilmu yang kalian miliki, aku tidak menghadiri majelis satu pun kecuali, aku telah benar-benar berniat akan tetap tawadhu".
2. Seorang guru harus senantiasa berperilaku baik. Artinya segala tindak tanduknya harus sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Ia harus hidup sederhana agar tidak terperdaya oleh gemerlapnya duniawi. Dengan demikian, ia akan menjadi orang yang dermawan, baik akhlaknya, ramah, optimis,rendah hati, sabar,  semangat belajar dan dapat menjauhi hal-hal yang dapat merusak usaha belajarnya.
3. Seorang guru harus menjauhi perilaku tercela seperti main hakim sendiri, sombong, menghasut, pamer, iri, pendendam, menghina orang lain, ujub, tidak peduli, pemarah dan sebagainya. Semua itu termasuk penyakit hati yang harus segera diobati atau diberi penawarnya. Untuk mengatasi penyakit hati tersebut hendaknya seorang guru selalu instropeksi diri (muhasabah) bahwa dirinya adalah manusia yang hina dan tidak memiliki apapun. Karena semua yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah Swt yang harus dijaga dengan baik.
4. Seorang guru hendaknya mengistiqomahkan amalan-amalan dzikirnya seperti membaca tasbih, tahmid, tahlil dan sebagainya. Selain itu, Guru harus senantiasa mendoakan anak-anaknya/siswa-siswinya agar menjadi anak yang sholeh dan sholehah serta berguna bagi nusa dan bangsa
5. Seorang guru harus menyadari bahwa setiap ucapan dan perbuatannya selalu diawasi oleh Allah Swt.
6. Seorang guru tidak boleh semena-mena menggunakan ilmunya untuk hal-hal yang dilarang oleh agama. Artinya ia mencampur adukan antara yang haq dan yang batil.
7. Seorang guru, jika melakukan pekerjaan yang pada awalnya boleh-boleh saja, namun ternyata di dalamnya mengandung kemakruhan atau bahkan keharaman maka ia harus menghindarinya. Begitu juga, kalau ada orang yang hendak melakukannya maka ia harus segera mengingatkannya agar mereka dapat mengetahui mana yang bermanfaat dan banyak mudhorotnya/bahaya bagi dirinya. Hal tersebut perlu diperhatikan agar mereka terhindar dari dosa. Dengan demikian, mereka akan mengetahui tentang kebermanfaatan ilmu yang ia pelajari. Mengingat hadits Nabi yang menyebutkan bahwa Ilmu itu suci dan mengajarkan kesucian.
Wallahu'alam bishowab....

Referensi :
Kitab Adabul a'lim Wal Muta'alim
Kamus Besar Bahasa

Bersambung . . .
Sub Bab Kedua Etika guru dalam belajar...

Komentar

  1. Guru milenial kebanyakan itu gaya yang di perlihatkan, bukan keilmuanya terutama guru di instansi, apakah itu bisa di namakan kesombongan sebagai profesi guru ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Tuliskan Komentar Anda

Postingan Populer